"Entah karena apa tiba-tiba getah dibikin tampak hanya pada Mbak Mega dan KMP yang mendukung BG. Luar biasa nalar yang telah mati ini …" - Sudjiwo Tedjo, Selasa 13 Januari 2015.
Kasus Budi Gunawan (BG) mulai mengalir dengan diawali misteri kicauan Pramono Anung, yang dilanjutkan dengan unggahan foto surat keputusan Jokowi yang berisi penunjukkan KomJen Budi Gunawan sebagai Kapolri keesokan harinya plus embel-embel info bahwa BG adalah ajudan Megawati yang "dititipkan" Mega agar diproses Jokowi sebagai Kapolri.
Serangan-serangan kepada Budi Gunawan dilancarkan dari berbagai pihak. Saking kecewa pada keputusan Jokowi untuk menunjuk Budi sebagai Kapolri, ICW mengajukan petisi. Majalan Tempo pun terus konsisten menyerang Budi Gunawan, yang ditengarai ditunjuk Jokowi atas perintah Megawati. (Sebagai catatan, BG adalah mantan ajudan Megawati dan dicatat pernah diduga memiliki rekening gendut oleh KPK dan PPATK).
Kasus ini mulai menarik ketika DPR, melalui Komisi III mengajukan percepatan proses Fit and Proper Test kepada BG.KIH dan KMP kompak mendukung Jokowi tetap menunjuk BG.
Benar saja, sehari sebelum Fit and Proper test dilakukan, KPK menetapkan status BG sebagai tersangka dengan 2 barang bukti. Budi ditetapkan menjadi tersangka dalam jabatannya sebagai Kepala Biro Pembinaan Karir Polri dan jabatan lainnya di Kepolisian RI. KPK menjerat Budi dengan Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 5 ayat 2, Pasal 11 atau Pasal 12 B UU Nomor 31 tahun 1999 jucnto UU Nomor 20/2001 tentang Undang Undang Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Keputusan KPK ini disambut gembira oleh para pendukung Jokowi. Mereka menyalahkan Megawati yang telah dianggap memaksakan kehendak kepada Jokowi. Tudingan juga diarahkan Fadjroel dan beberapa pendukung Jokowi, kepada PKS yang dianggap telah mendukung BG.
Tudingan para pendukung Jokowi kepada PKS ini terasa aneh dan menggelikan. Sesuai fakta, selain PKS, ada pula partai-partai lain dalam KMP dan KIH yang kukuh mendukung Jokowi untuk tetap mengangkat BG. Jadi sangat mematikan nalar, jika tudingan tersebut hanya ditujukan kepada PKS saja.
Jika Jokowi telah menunjuk BG sebagai Kapolri, itu artinya sebagai pemimpin negara, Jokowi telah dengan penuh kesadaran memilih dan konsekuen menanggung segala akibat yang muncul dari keputusannya. Maka menjadi aneh jika Fadjroel dan pendukung Jokowi melemparkan kesalahan ini kepada KMP, KIH dan Megawati, karena sekali lagi, yang menunjuk BG sebagai Kapolri adalah JOKOWI.
Maka, pantaslah jika Sudjiwo Tedjo pernah berucap bahwa pemimpin yang dinabikan, mematikan nalar. Ini terbukti. Pendukung Jokowi menganggap, Jokowi lemah sehingga dengan mudah ditekan oleh Megawati yang didukung oleh KMP dan KIH. Mereka menganggap Jokowi tak mampu membuat keputusan sendiri, yang kini, sebenarnya, menjadi sebuah tikaman di balik punggung Megawati.
Keputusan Jokowi untuk menunjuk BG adalah murni keputusan Jokowi. Maka jika kini BG dijadikan tersangka oleh KPK, publik semestinya mempertanyakan nalar Jokowi ketika memilih BG. Seharusnya Jokowi meminta bantuan KPK dan PPATK sebelum menunjuk Kapolri.
Jika DPR melanjutkan fit and proper test, dan mengabaikan rekomendasi KPK, bukan berarti DPR pro koruptor. DPR tetap berpegang pada azas praduga tak bersalah apalagi pihak Polri telah menyatakan bahwa status BG dalam kasus rekening gendut Polri adalah clean and clear.
Tak ada yang salah dengan mendukung Jokowi, yang penting adalah tetap menyadari bahwa Jokowi hanya manusia biasa yang tak luput dari kesalahan dan khilaf, begitu pula KPK yang sangat bisa melakukan tindakan konspiratif.
Sebagai Presiden, Jokowi tidaklah selemah yang dipikirkan rakyat. Maka rakyat tetap harus terus menyalakan nalar dan mendukung kebenaran, bukan sekedar mendukung Jokowi.
Sumber : PIYUNGAN ONLINE
Tidak ada komentar:
Posting Komentar