Setelah resmi diajukan Ketua Umum DPP PDIP, Megawati Sukarnoputri, sebagai capres dari PDIP, melalui dua surat dengan tulisan tangan diatas blocknote berkop PDIP tanpa materei, locus dan time frame tetapi dengan tandatangan Megawati, Jum’at (14/3/2014) lalu, maka resmilah Joko Widodo (Jokowi) maju sebagai capres dari PDIP.
Tentu saja yang paling dikecewakan dengan keputusan Megawati itu adalah Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, Prabowo Subianto. Sebab menjelang Pilpres 2009 lalu, Megawati mewakili PDIP dan Prabowo mewakili Gerindra, telah membuat kesepakatan di Bogor, yang ditandatangani para pihak dengan kertas bermaterei cukup.
Adapun isi kesepakatannya adalah, PDIP akan mendukung pencapresan Prabowo pada Pilpres 2014 dan jika menang, PDIP setuju Gerindra akan mendapat jatah 10 kursi dalam kabinet. Jadi kalau akhirnya Megawati mencalonkan kadernya yang juga Gubernur DKI Jakarta, Jokowi untuk maju pada Pilpres 2014, sebenarnya itu bisa menjadi masalah moral dan hukum bagi Megawati dan Jokowi sendiri.
Kekecewaan Prabowo ini semakin bertumpuk-tumpuk, karena dialah tokoh yang pertama kali mendukung Jokowi untuk maju pada Pilgub DKI tahun 2012 lalu. Bahkan dikabarkan Prabowolah yang berhasil meyakinkan Megawati untuk mengajukan Walikota Solo itu sebagai Cagub DKI. Meski semula ditolak almarhum Taufiq Kiemas yang menjadi pendukung kuat Foke, namun berkat lobbikuat Prabowo akhirnya Taufiq melunak dan bisa menerima Jokowi.
Meski kemudian Prabowo baru menyadari kalau Jokowi bisa menjadi lawan potensialnya menuju kursi RI-1, namun itu sudah terlambat dimana akhirnya Jokowi terpilih menjadi Gubernur DKI dan sekarang menjadi Presiden RI setelah berhasil mengalahkan Prabowo. Dapat diibaratkan Prabowo telah memelihara anak macan, dimana ketika besar memakan dirinya sendiri.
Bisa saja Jokowi berdalih kalau dulu hanya dicalonkan oleh Megawati untuk menjadi capres PDIP dan akhirnya berhasil menang melawan Prabowo. Namun seandainya waktu itu Jokowi menolak dicalonkan dan tetap focus mengurusi DKI Jakarta tentu sangat bisa, namun itu tidak dilakukan Jokowi. Hal itu menunjukkan Jokowi telah menikam Prabowo dari belakang, sebab Prabowo lah tokoh yang paling berjasa membesarkan Jokowi hingga menjadi tokoh nasional dari semula hanya tokoh lokal di Kota Solo.
Akhlak Jokowi ini persis seperti akhlak Brutus yang telah menikam Julius Kaisardari belakang. Baik Jokowi maupun Brutus sama-sama berkhianat terhadap orang yang telah membesarkannya. Cuma bedanya Jokowi berhasil berkuasa menjadi Presiden Indonesia, sedangkan Brutus gagal berkuasa menjadi Kaisar Romawi.
Khianati Megawati
Pada April 2015 nanti, PDIP akan mengadakan Kongres IV untuk memilih Ketua Umum yang sekarang masih dijabat Megawati sejak era Orde Baru . Dalam sebuah survei yang dilakukan Indonesian Development Monitoring (IDM) yang diumumkan Kamis (4/12/2014) lalu disebutkan, dari hasil jajak pendapat terhadap simpatisan PDIP, ditemukan bahwa PDIP lebih layak dipimpin oleh kader muda. Sebab tantangan kedepan akan semakin berat karena harus mempertahankan kemenangannya pada Pemilu dan Pilpres 2019 nanti.
Mayoritas simpatisan PDIP memilih Jokowi untuk menggantikan Megawati (45,3%), Puan Maharani (25,4%), anggota Fraksi PDIP Effendi Simbolon (20,1%) dan Walikota Solo FX Hadi Rudyatmo (6,3%). Sehingga Jokowi dipandang sebagai sosok yang paling pantas dan tepat untuk menggantikan Megawati sebagai Ketua Umum DPP PDIP periode 2015-2020 sekaligus sebagai Presiden RI. Dua kekuasaan besar dan strategis akan berada ditangan Jokowi.
Jika pada Kongres IV PDIP nanti Jokowi benar-benar maju sebagai calon Ketua Umum dan berhasil menggusur Megawati, hal itu menunjukkan Jokowi telah mengkudeta Megawati. Sebab Puan Maharani dan Tjahjo Kumolo sudah menegaskan, Megawati akan maju lagi dan diharapkan akan terpiih kembali sebagai Ketua Umum DPP PDIP periode 2015-2020.
Jika Jokowi nekat maju sebagai calon Ketua Umum PDIP dan akhirnya terpilih, maka itu akan menjadi sinyal kuat bagi pembersihan klan Sukarno dari tubuh PDIP bahkan pemerintahan. Jika Puan Maharani menetang keras terpilihnya Jokowi, maka mau tak mau Jokowi pasti akan mencopotnya dari kursi Kabinet Kerja. Sebab sebagai Presiden, Jokowi tidak ingin ada matahari kembar di dalam kekuasaan pemerintahannya. Bahkan jika ada anggota kabinet dari PDIP yang menentangnya, sudah pasti juga akan dicopotnya dari kursi menteri.
Kalau selama ini trah Sukarno berhasil menjadi simbol perekat di PDIP, maka dengan tergusurnya Megawati dan Puan Maharani, dapat diprediksi PDIP akan pecah berantakan. Para kader dan simpatisan PDIP ada yang masih setia kepada Mega dan Puan, tetapi ada juga yang menjadi pendukung kuat Jokowi sebagai Presiden sekaligus Ketua Umum DPP PDIP. Mereka yang pro Mega dan Puan akan menuduh Jokowi sebagai penghianat, tidak tahu diri dan haus kekuasaan.
Jika hal itu sampai terjadi, maka Jokowi akan menjadi brutus untuk kedua kalinya. Kalau sebelumnya yang jadi korban adalah Prabowo, kali ini korban berikutnya adalah guru politiknya sendiri, Megawati Sukarnoputri. Prabowo dan Megawati ternyata telah memelihara anak macan, setelah menjadi dewasa memakan dirinya sendiri.
Sumber : voa-islam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar