Sekretaris Jenderal (Sekjen) Asosiasi Jurnalis Independen (AJI) Arfi Bambani Amri mengatan, 70 kasus yang tercatat sebagai pelanggaran Informasi Transaksi Elektronik (ITE) mengancam kebebasan pendapat di Internet. Padahal, menurutnya, beberapa status facebook yang digugat tidak berisikan kata-kata kotor atau tindakan porno apapun, seperti kasus ibu rumah tangga di Yogyakarta.
“Kasus tersebut bisa mengancam kebebasan berpendapat di internet,” ujarnya, seperti yang dikutip dari ROL, Selasa (23/12).
Undang Undang ITE, tambah dia, terlalu memberatkan. Sebab hukumannya bisa tiga kali lipat dari KUHP. Selain itu, lanjut Arfi, pemerintah tidak melakukan sosialisasi lebih dulu terkait pelanggaran ITE. Kondisi tersebut diperparah dengan keberadaan polisi yang bertindak seolah-olah sebagai penunggu pengkolan.
“Polisi seperti nunggu orang di pengkolan, terus cari-cari yang tidak pakai helm,” katanya.
Lebih lanjut Arfi menilai, pemerintah terlalu berlebihan dalam memproteksi internet. Salah satunya pada pemblokiran web Papua Post. Sekjen AJI itu menambahkan seharusnya pemblokiran situs diatur dalam Undang Undang.
“Bukan seenaknya,” ucapnya. Arfi melihat seolah-olah pemerintah tidak mau mendengar aspirasi dari rakyat.
Dia juga menilai, Kominfo saat ini lebih buruk dari pada yang sebelumnya. “Kominfo yang dulu hanya memblokir situs-situs porno dan hal lainnya yang saya anggap normal. Tapi yang sekarang lebih parah. Sudah masuk ke politik,” jelasnya.
Tindakan Kominfo saat ini dinilai tidak wajar. Sebab mereka bisa memblokir web yang bisa mengancam penguasa dari sisi politik. Termasuk masyarakat sipil. Kondisi ini akan mengancam kebebasan berekspresi dan dunia jurnalistik online.
“Sebab banyak narasumber yang akhirnya tidak mau memberikan keterangan dan informasi pada media online. Hal ini terjadi karena ada ancaman dari berbagai pihak,” pungkasnya.
Sumber : dakwatuna
Tidak ada komentar:
Posting Komentar