Memperbaiki Diri Ala Kaum Muhajirin - Bulan Sabit Kembar

Breaking

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Post Top Ad

Responsive Ads Here

16 Mei 2014

Memperbaiki Diri Ala Kaum Muhajirin

Banyak sekali orang saat ini menjadi mangsa empuk pemikiran menyimpang dan perilaku hina. Mereka mengikuti pemikiran dan perilaku buruk tersebut. Seiring dengan berjalannya waktu, pemikiran dan perilaku itu menjadi sifat yang melekat, atau bahkan menjadi ciri khas dirinya dan kebiasaan -yang menurutnya- tidak mungkin lagi ditinggalkan.

Sehingga semakin lama, dia semakin bergelimang maksiat. Lalu ketika tiba suatu masa dirinya tersadar dan tergerak untuk meninggalkan kebiasaan buruknya itu, jiwanya memberontak karena ada kecanduan dan ketergantungan pada kebiasaan buruk tersebut. Akan ada perasaan bahwa taubat dan meninggalkan perilaku buruk adalah hal yang sangat sulit dilakukan. Akhirnya iapun tidak mau mengusahakannya.

Peristiwa hijrah yang dilakukan para sahabat ra. pada dasarnya adalah meninggalkan sebagian besar kebiasaan mereka; baik itu makanan dan minuman, atau bahkan tanah air dan segala yang dicintainya. Namun dengan bekal iman yang dalam dan keinginan yang kuat mereka berhasil mengalahkan hawa nafsunya dan memerdekakan dirinya dari gelimangan kemaksiatan dan penyimpangan.

Sekembalinya dari Habasyah (Ethiopia), Abu Salamah ra. rela meninggalkan istrinya, Ummu Salamah ra. dan bayinya di Makkah untuk bergegas menuju Madinah demi menyelamatkan agama dan akidahnya. Ia rela meninggalkan pasangan hidupnya dan buah hatinya yang masih kecil; karena ia merasa bahwa agama lebih berharga dari keduanya, dan akidah adalah hal utama yang harus tetap dipertahankan meskipun mengorbankan sesuatu yang sangat berharga dalam hidup ini. Ummu Salamah sebagai seorang istri tetap sabar dan tabah menghadapi kejahatan keluarganya yang menjauhkannya dari anak dan suami. Dia tetap teguh mempertahankan iman hingga akhirnya dipertemukan dengan suami dan anaknya.

Mush’ab bin ‘Umari ra. rela meninggalkan gelimang harta dan hidup miwah untuk hidup dan tinggal di Yatsrib. Dia berasal dari keluarga bangsawan yang terkenal dengan kemewahan dan gelimangan harta. Dia biasa mengenakan pakaian yang tidak sembarangan, makan makanan yang istimewa, dan memakai wewangian yang diimpor dari semenanjung selatan. Namun, setelah dakwah Islam sampai kepadanya, imanan dan takwa tertanam di lubuk hatinya, dan iapun mereguk manisnya iman. Saat itulah ia merasa jemu untuk tetap pada kehidupan lamanya.

Ketika ia sudah merasahkan manisnya iman, dan ingin selalu berada dekat dengan Rasulullah saw., iapun rela meninggalkan ibundanya tercinta dan kehidupan yang nyaman. Ia bergegas bangkit untuk menyusul rombongan kaum Muhajirin menuju Madinah. Hijrah yang dilakukannya ini adalah buah dari meninggalkan kenikmatan semu menuju kenikmatan abadi. Iapun terbebas dari kekangan hawa nafsu dan menjadikan keimanan terpancang teguh dalam hatinya.

Hingga akhirnya tibalah hari Perang Uhud, ia menjumpai apa yang selama ini diimpikannya; mendapatkan kesyahidan di jalan Allah swt. Ia gugur dengan tidak meninggalkan apapun; meskipun hanya selembar kain kafan untuk membungkus jasadnya. Kemudian para sahabat mendatangi Rasulullah saw. untuk memberitahukan kondisi sahabat mulia ini. Mereka pun tidak mendapati kain untuk menutupi jasadnya sehingga Rasulullah saw. memerintahkan untuk menggunakan daun pandan untuk menutupi sisa jasadnya yang terbuka.

Masih banyak lagi contoh sahabat yang rela mengorbankan harta dan tanah airnya demi menyelamatkan agamanya. Mereka merupakan contoh nyata bagi orang-orang yang berazam ingin meninggalkan perkataan, perbuatan dan sikap yang diharamkan. Atau bahkan kebiasaan dan kegemaran yang sudah melekat dalam dirinya.

Inilah yang dapat kita pelajari dari momentum hijrah; belajar bagaimana kita memerdekakan diri dari segala ketergantungan; belajar bagaimana kita mengalahkan segala hambatan dan penghalang; belajar bagaimana kita rela mengorbankan jiwa, harta, kehormatan, kemewahan, kekasih dan tanah kelahiran; belajar bagaimana kita bisa melepaskan diri dari jeratan kebiasaan buruk kita.

Marilah momen tahun baru hijriyah ini kita gunakan sebagai titik tolak untuk bergerak dan berhijrah dari segala sesuatu yang diharamkan dan tidak diridhai Allah swt. Marilah kita berhijrah seperti para shahabat berhijrah, mereka merubah kebiasaan lama dan semua yang dicintainya (tanah kelahiran, keluarga dan harta). Akhirnya Allah swt. pun membebaskan mereka dari segala ketergantungan pada selain-Nya, dan menjadikan hati mereka suci sehingga merekapun layak untuk mendapatkan predikat suci, bersih dan jujur. Allah Ta`ala berfirman: “(Juga) bagi orang fakir yang berhijrah yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka (karena) mencari karunia dari Allah dan keridhaan-Nya dan mereka menolong Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar.” (QS. Al-Hasyr: 8)

Jadi, seruan yang kami sampaikan kepada penulis dan juga kepada para pembaca adalah seruan untuk berhijrah menuju Allah swt. pada momentum tahun baru hijriyah ini. Marilah pada momentum kali ini kita berhijrah mengikuti komandan kaum Muhajirin, Rasulullah saw., berusaha hidup seperti kehidupan para sahabatnya yang mampu merubah sejarah dan menggariskan jalan kemenangan dan kemuliaan melalui darahnya yang suci dan pengorbanannya yang agung.

 Semoga Allah swt. meridhai mereka dan kita semua serta menggumpulkan kita dengan mereka di surganya yang abadi. Amin. (msa/dakwatuna)




Sumber : Facebook Artati Sansumardi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Top Ad

Responsive Ads Here