Kampanye Terselubung di Hari Pencoblosan - Bulan Sabit Kembar

Breaking

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Post Top Ad

Responsive Ads Here

9 April 2014

Kampanye Terselubung di Hari Pencoblosan


Direktur Eksekutif Center for Indonesian Reform, Sapto Waluyo, memprotes keras iklan politik terselubung yang dilakukan pada hari tenang dan pencoblosan.

“Salah satu contoh iklan produk sepatu (New Era) yang mempromosikan ‘Pilih yang HEBAT’, padahal iklan aslinya ‘Terbukti yang Terbaik’. Iklan itu sangat berpengaruh bagi pemirsa (notabene Pemilih) karena ditayangkan secara massif di sejumlah stasiun televisi nasional,” ujar Sapto dalam rillis yang di terima dakwatuna.

Menurut berbagai survei, televisi merupakan media paling banyak diakses publik. Jika sebuah iklan ditayangkan berulang-ulang dalam frekuensi tinggi, maka akan membentuk kesan mendalam bagi pemirsa dan mengarahkan perilaku tertentu.Iklan sepatu “Pilih yang HEBAT” berasosiasi dengan slogan partai tertentu: “Indonesia HEBAT” (PDIP).

“Jika diteliti, font dan warna hurufnya sama, identik. Ditambah dengan suara berulang-ulang memberi sugesti. Iklan tersebut bukan hendak menjual sepatu, namun memasarkan pesan politik dengan cara canggih dan persuasif.

“Komisi Penyiaran Indonesia dan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia harus mengusut, karena iklan tersebut telah melanggar hak publik untuk mendapat info yang benar dan obyektif,” jelas Sapto.

Pengamat politik dari Universitas Indonesia, Dr. Yon Mahmudi, melihat gejala negatif yang akan merusak iklim kebebasan bagi pemilih.
“Sebenarnya kalau produsen sepatu itu punya kecenderungan politik silakan saja, tapi disalurkan dengan cara yang benar. Misal jadi donatur dan diumumkan secara tetbuka. Jika itu perusahaan terbuka, maka pemegang saham bisa bertanya: apa motifnya? Tapi, karena iklan terselubung maka bisa mengecoh pemirsa,” ungkap Yon, dosen FIB UI.

Bukan cuma KPI dan YLKI yang harus mengusut, tapi KPU dan Bawaslu juga harus bertindak, karena iklan itu diluncurkan di masa tenang dan pencoblosan yang sangat sensitif.

“Jika terbukti partai tertentu mendapat keuntungan dari iklan politik terselubung, maka capaian suaranya cacat prosedural dan moral. Namun, harus kita akui posisi Bawaslu amat lemah dalam mengawasi pelanggaran parpol. Hanya berani dengan partai menengah dan kecil. KPI dan Dewan Pers juga tak bergigi menghadapi kampanye media besar yang pemodalnya dikuasai kaum politisi,” papar Yon.

Karena itu, Yon mendesak regulasi yang lebih keras/ketat dalam pengaturan kampanye dan pembiayaan partai politik. Semua pihak yang melanggar harus dihukum setimpal.

Analis CIR menemukan media nasional sekelas koran Kompas saja dapat terjebak pemihakan politik. Pada liputan tanggal 3 April 2014 (halaman 4), Kompas menyajikan berita panas “Menggoyang PDIP di Jawa Tengah”. Anehnya, dalam infografis disebut nama partai secara berurut: Nasdem, PKB, PDIP, PKS, Golkar, Gerindra, Demokrat, PAN, PPP, Hanura, PBB, dan PKPI.
Infografis Kompas melakukan kekeliruan fatal karena partai nomor urut 3 mestinya adalah PKS, sedang PDIP nomor 4. Mengapa itu bisa terjadi?

“Redaksi Kompas harus menjelaskannya. Namun, dalam mitologi China memang diyakini angka 4 berarti kematian/stagnansi. Karena itu, mungkin pendukung PDIP tak begitu suka dapat nomor 4. Tapi, kesalahan Kompas bisa membawa berkah bagi PKS, karena pendukung PDIP bisa mencoblos nomor 3,” sahut Sapto.

Suasana di masa kampanye jelas membuat banyak pihak panik, termasuk para sponsor politik dan pemilik media massa. Untuk itu, sikap cerdas para Pemilih diperlukan, agar tidak memilih partai yang culas atau membeli produk yang berpolitik pengecut.






Sumber : Facebook Artati Sansumardi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Top Ad

Responsive Ads Here